Tuesday, July 21, 2009

Nostalgia Kuliner Negeri Kincir


Isra Mi’raj Holiday (20 July 2009) kami plesiran ke Cikarang Lippo, mengunjungi salah satu brand awareness perumahan tersebut, yakni Waterboom Lippo Cikarang. Laporan perjalanan kesana saya tulis di blog ‘Cinta Wisata Kita’ , dan disini saya akan menulis tentang kuliner yang kami nikmati di Cikarang.

Seusai bermain air yang membuat panggilan perut berteriak – teriak kami mampir Hema Dutch Resto. Selain Mbak Nana dan Owien yang sejak kemarin seperti orang ngidam ingin kesini, Ibu saya juga sudah memiliki menu andalan yang berbahan kentang dihaluskan, diberi daging asap serta disiram dengan mayonaise – makanan khas Belanda yang sepertinya justru nggak pernah ibu nikmati ketika beliau tinggal di Belanda menemani kakak saya yang saat itu kuliah di Tilburg.
Saya termasuk penggemar cemilan Belanda, khususnya Patat met Mayonaise dan Poffertjes. Minuman Belanda yang saya sukai sulit ditemukan di Indonesia. Tetapi saya justru tidak memesan kedua cemilan tersebut. Yang memesan Patat met Mayo adalah Arum, sedangkan Poffertjes dipesan oleh Mbak Lien. Sedangkan saya??? Hema Rice yang lebih mirip dengan rice Chicken Katsu plus vegie dan juga Macaroni Schotel – makanan pembuka yang justru dihidangkan setelah main menu-nya muncul...whehehehe....Deze is Holland Huis Eten maar nog in Cikarang toch! (Bener gak tuh mijn Nederlands, udah lama niet ber-holland spreken nih...;-D)

Resto didesain dengan interior khas Belanda – ada fireplace full klompen, kincir angin, pernak pernik blue Delft berikut poster keterangan Blue Delft serta poster Koningen van Holand dari zaman kumpeni (eh maksudnya dari zaman awal) ada “para Willem” hingga Ratu Beatrix. Bunga tulip juga menghiasa ruangan dan teras, bahkan para waitress menggunakan pakaian traditional Belanda yang biasanya para turis bisa berfoto mengenakan busana tersebut di Volendam. Nostalgia di Belanda banget dah saya! Justru Hema di Erasmus Huis tidak “sebelanda” disini. Sebelum di Hema Cikarang saya pernah makan malam di Hema Kemang Pratama yang juga berinterior khas Belanda, tetapi saya tidak ingat apakah Hema Kemang Pratama para waitress-nya juga mengenakan pakaian ala foto turis di Volendam. Makan di Hema Kemang Pratama juga sudah bertahun – tahun yang lalu, sejak zaman Belanda kaliiiii...;-p

Mayo yang disajikan di Hema agak berbeda dengan mayo botolan yang umumnya dibeli di supermarket Indonesia. Disini lebih mirip mayo yang sering saya makan di taman atau pinggir jalan/pasar Leiden, Delft atau Den Haag. Di Belanda saya nyaris makan patat met mayo setiap hari, dan jika kakak saya mengetahui-nya beliau pasti marah-marah karena saya melanggar “kode etik” makan sehat. Patat met mayo memang merupakan makanan “pinggir jalan” di Belanda, barangkali “gorengannya” para kumpeni? hehehe.....Saya pernah makan patat met mayo di sebuah taman di Delft, tiba – tiba seorang kakek menegur saya dengan gembira serasa supprise sambil berkata,”Heeeh, kamu anak Indonesia suka makan patat met mayo ya?! Ik ben naar Indonesie vertroken. Ik houd van Indonesie......bla bla bla....”. Padahal saya dan teman saya ketika itu sama sekali belum berkata bahwa kami berasal dari Indonesia. Eeehhhmmmm, mungkin raut wajah kami menunjukkan kecantikan khas putri keraton Solo atau putri Parahyangan....??? *huuuuu....

Tetapi memang salah satu hal yang membuat kakak saya sering marah jika saya melahap patat met mayo sebagai cemilan yaitu,”Memangnya kamu mau punya badan seperti orang-orang Belanda yang gedenya nyaris meledak dan kolestrol tidak terkontrol?!” Hihihihi...ya nggak seh.

Di HEMA juga menyediakan berbagai masakan Indonesia, dan yang pasti sudah disesuaikan dengan cita rasa Indonesia. Kalau nggak bisa kita curigai tuh, siapa tahu mereka bermaksud menjajah kembali...hihihihi, lebay loe! Tenaaaang...sekalipun kamu sama sekali tidak menyukai makanan asing, di HEMA kamu masih bisa menyantap Sop Buntut, Mie Goreng, Nasi Goreng. Kalau cuma mau nongkrong bareng teman dengan suasana khas Belanda, bisa sekalian ngemil Zuppa Soup, Huzaren Sla, Poffertjes, Kroket, Sandwiches dan aneka cemilan lain yang harganya lumayan terjangkau. Lagu Belanda yang diputar di resto tersebut juga bisa menambah suasana seperti di Belanda. Mereka memutar lagu Belanda. Mau ke Belanda dan perlu adaptasi dengan suasana khas Belanda, silakan kesini .... asalkan nggak nengok-nengok ke luar ruangan aja yaa,,,,;-D

Wednesday, July 15, 2009

[Catatan] Asyiknya Jadi Waitress!


Beberapa waktu lalu nggak kebayang deh untuk jadi waitress, seperti nggak kebayangnya bakal jadi pramugari alias ogah banget. Tetapi ketika kuliah di NZ ternyata menjadi waitress merupakan pekerjaan ‘idaman’ bagi kebanyakan mahasiswi. Berulangkali teman-teman menanyakan informasi lowongan kerja di restaurant yang dapat dilakukan di luar jam kuliah. Bukan mereka yang memang memerlukan dana tambahan, namun justru diantara mereka ada yang keturunan konglomerat terkenal di Indonesia. So what gituh???!! Saya termasuk yang perlu dana tambahan. Ya dana tambahan untuk ‘nge-bet’ di casino ;-p

Perbedaan saya dan Mr.Di
Beberapa bulan belakangan ini saya dan Mr.Di merupakan penikmat dunia kuliner. Memang nggak hanya kami masyarakat Indonesia yang menggemari dunia kuliner, apalagi wisata kuliner saat ini tengah hip banget! Yang membedakan kami dengan penggemar dunia kuliner lainnya (barangkali) adalah kami berdua adalah “pensiunan” waiter dan waitress. Selain itu kami memiliki background di dunia ini. Mr Di itu khan lulusan Food and Beverage dari akademi pariwisata dan perhotelan Jogjakarta, salah satu kota wisata yang gaungnya menembus penjuru dunia. Pengalaman bekerja di beberapa hospitality industry di Jakarta – Jogjakarta and Menado. Sedangkan saya, selain pernah bekerja di beberapa hotel di Jakarta, juga menjadi waitress – cashier and kitchenhand beberapa resto di Auckland. Secara seh yang terakhir cuma kuat beberapa hari !
Nah berdasarkan itu semua kami berdua pernah berdebat kecil mengenai pelayanan resto yang kami kunjungi. Antara lain : Disuatu resto kami memesan 2 pizza. Saya sudah wanti-wanti dengan sangat bahwa pizza yang kami pesan tidak diberi sosis atau daging asap, bahkan waitress-nya mengulang pesanan saya tersebut. Namun begitu pizza datang, ternyata ada sosisnya. Jelas saya menolak! Saya minta ganti, tetapi Mr Di terlihat ‘kasihan’ dengan waitress tersebut. Dia mengatakan bahwa waitress itu pasti diminta mengganti pizza tersebut dengan uangnya, dan saya mengatakan itu resiko pekerjaan yang harus dia tanggung karena seharusnya dia mengutamakan tamu pengunjung resto tersebut.
Saya katakan bahwa selama saya menjadi waitress di NZ pemilik resto atau manager resto selalu menekankan pelayanan dan menomor satu-kan tamu alias customer. Meja yang masih berantakan atau gelas yang masih kotor “tidak perlu diurusi” jika kita melihat pengunjung resto memerlukan bantuan kita. Berbeda dengan resto yang ada di Indonesia, tamu udah teriak-teriak kepedasan minta minum eh petugas resto malah “asyik” ngelap-ngelap meja yang nggak “berpenghuni”.
Demikian pula dalam keteraturan penyediaan makanan. Seringkali daku mau ngakak kalau pesan sop atau makanan pembuka dengan main menu tetapi yang dihidangkan terlebih dahulu adalah makanan utama kemudian soup atau makanan pembuka-nya muncul beberapa menit setelah kita melahap makanan utamanya. Selain itu beberapa kali saya makan di resto yang menghidangkan makanan utama (lauk) tetapi nasi-nya nggak dihidangkan beberapa lama. Kalau di rumah makan yang tidak menambah ‘service tax’ pada harganya sih masih dimaklumi, tapi kalau itu terjadi di resto yang ‘berstandard’ dan menerima waitress-nya dengan syarat minimal D3 Perhotelan/Pariwisata???? Duuuuhhh....nilai ‘Table Manner’-nya apa seh waktu kuliah? Tapiiiii barangkali memang ini kebiasaan makan para pengunjung resto-nya juga ya? Kalau di hotel berbintang sih memang sudah terstandard, sehingga saya tidak perlu melongo dihidangkan ice cream atau tiramisu berbarengan dengan chicken soup...hehehe....

Resto Tempat Saya Bekerja
Kembali lagi mengenai resto tempat saya bekerja menjadi waitress.
Pertama kali saya bekerja di Istana Malaysian Restaurant. Masih culun banget deh! Sok pede! Waktu itu ngegampangin banget kerja jadi waitress...hehehe...Lah padahal ‘dresscode’ aja salah. Saya pernah datang ke tempat kerja memakai kaos tanpa kerah. Khan ketika itu manager-nya mengatakan bahwa pakaian yang harus dikenakan adalah atasan hitam dan bawahan hitam. Eh saya pakai saja kaos Esprit putih. Kena teguran, tapi yang menegur salah satu karyawati Indonesia yang sudah lama bekerja disana. Deeeuuuh, gak peduli tuh kaos merek-nya Esprit asli beli langsung di butiknya tapi tetap aja
Restaurant ke-2 adalah Kampung Baru Halal Malaysian Restaurant. Disini saya bekerja paling lama. Banyak hal yang saya pelajari di restaurant ini, dan tentunya banyak pengalaman yang saya dapatkan. Dahulu resto ini merupakan satu-satunya resto yang memiliki sertifikat halal untuk makanannya. Kalau minuman sih masih menyediakan wine, lengkap dengan minibar-nya. Tugas membuatkan minum adalah Tugas Hiromi, sesama waitress asal Jepang. Sebagaimana lazim-nya wanita dewasa Jepang Hiromi sangat mengerti seluk beluk minuman beralkohol. Sedangkan jika ada tamu asal Malaysia yang memesan ‘Teh Tarik’ maka kami berdua langsung “tuding2an” untuk membuatkannya. Hahaha....berhubung kami berdua bukan berasal dari Malaysia – jadi kurang mengerti proporsi pembuatan ‘Teh Tarik’ yang pas mantap.
Restaurant kami seringkali dikunjungi oleh crew Malaysian Airlines dan Singapore Airlines. Weeeeleeeh....mereka yang terbiasa melayani kali ini justru kami yang melayani. Kalau crew SQ sangat mengerti kami, terutama pramugara-nya yang berbaik hati membantu saya yang kewalahan makanan hotplate yang masih meletup-letup. Bahkan mereka pernah membantu saya mengatur meja dan kursi karena mereka datang berombongan tanpa revervasi terlebih dahulu. Saya-pun dengan halus tidak memperkenankan mereka mengangkat2 kursi walau badan mereka tinggi besar dan kekar. Biar bagaimana-pun juga mereka adalah konsumen yang harus dilayani dengan baik. Konsumen adalah raja.
Saya juga pernah melayani mentri dari Malaysia. Sumpah dah, awalnya saya tidak mengerti jika beliau adalah mentri di negaranya, justru ketika staff dan manager saya berbincang – bincang dengannya dan kemudian mengatakannya kepada saya maka barulah saya mengerti bahwa beliau adalah petinggi di Malaysia. Tetapi tetap saja saya melayani-nya seperti konsumen lainnya. Manager resto yang India Malaysia adalah orang yang adil dalam memperlakukan orang lain, walaupun orang yang belum mengenalnya pasti menganggapnya galak.
[Bersambung........]
Next Story : Kedatangan Deputy Prime Ministry NZ, Delegasi Thomas dan Uber Cup Malaysia dan rombongan crew wisata station TV Indonesia.

Tuesday, July 7, 2009

[Vietnamese Restaurant] MY HANOI HOUSE


Dari sebulan sebelumnya Tante Vicke udah minta ke saya untuk mencari tempat untuk ibu – ibu arisan dollar berkumpul bulan Juni 2009. Sampai 10 hari waktu yang ditentukan saya masih bingung. Kebanyakan diantara mereka minta lokasi-nya diseputaran : Rawamangun – Kelapa Gading atau yang nggak terlalu jauh dari lokasi tersebut. Awalnya Tante Vicke rekomendasikan resto P yang udah bolak-balik kami kunjungin, makanya saya pikir lebih baik cari tempat yang kita belum pernah. Sekalian nyicip gituh, tujuan utamanya khan arisan – jadi kalau makanan kurang mantap kita gak akan seuring2an saat kelaparan beneran...hehehe..
Jam 10 saya dan nyokap sudah sampai di depan My Hanoi House La Piazza. Akhirnya saya memutuskan untuk memakai resto ini karena kangen makanan Vietnam yang merupakan salah satu makanan favorit saat di NZ. Karena resto belum buka, kami menunggu lebih dari ½ jam. Rata-rata resto disana buka mulai pukul 11 siang. Begitu pintu dibuka kami berdua langsung masuk ke resto tersebut, nggak peduli para petugasnya masih menata meja dan kursi.
Saya memesankan makanan untuk para ibu – ibu sepuh sebelum mereka muncul. Sebenarnya main menu disediakan untuk 1 orang berikut nasi putih, tetapi saya minta main menu-nya ditata di meja dan kami makannya share saja – masing2 diberi nasi putih. Saya informasikan tamu yang datang sekitar 15 orang.
Main menu yang saya pesan, antara lain : Fried Glass Noodle with Seafood (Mien Xao Do Bien) , Perfumed Rice in Claypot Chicken , Sauteed BASIL Chicken (Thit Ga Bam Xao La) , Sauteed Beef Vietnamse Style (Bo Luc Lac) , Deep Fried Young Tofu with Special Herbs Sauce (Oc.Dau Phu Ran Sot Giavi) dan beberapa makanan main menu lainnya. Minumnya???? Ibu – ibu arisan dollar itu khan paling kalap kalau lihat juice, apalagi juice yang racikannya macem – macem , jadinya mereka sih soal yang satu ini agak susah diaturnya ;-)
Untuk taste di resto ini mantap kok, tapi porsinya aku rasakan kurang banyak...hahaha...secara memang kita makan ramai-ramai. Barangkali kalau makannya sesuai dengan yang diatur oleh pihak resto, 1 menu dengan 1 nasi untuk 1 orang memang sudah pas banget. Yang disayangkan hanyalah waiter dan waitress yang melayani kami kurang gesit, atau barangkali bingung menghadapi ibu – ibu yang heboh banget. Maklum aja mereka adalah pensiunan ibu – ibu pejabat yang terbiasa dilayani secara sigap sehingga kalau ada yang sedikit kurang makanya mereka akan protes berat. Tetapi seharusnya memang kita yang muda harus lebih sigap dan cekatan daripada ibu – ibu itu khan?
Setelah makan-makan saya, ibu dan salah satu ibu arisan membayar (karena bulan lalu kami yang mendapat arisan) ke kasir. Lumayan murah, nggak sampai satu juta! Sewaktu – waktu saya berminat deh datang kesini bareng teman atau kalau mau ‘ngeramin’ sendirian juga asyik2 aja ;-D